Penulis
|
:
|
Djoko B.
|
Cetakan I
|
:
|
Februari 2010
|
ISBN
|
:
|
978-979-3782-56-0
|
Ukuran
|
:
|
16 X 24 cm
|
Halaman
|
:
|
Buku I , XXXIV + 148 (182 Halaman
Buku II, XIV + 180 (194 Halaman)
|
Kertas
|
:
|
Isi HVS 80 gr, Cover AC 260 gr
|
Warna
|
:
|
Isi BW, Cover FC
|
Buku TOGOG MENGGUGAT NEGERI MALING ini dikemas sangat istimewa, TWO IN ONE, terdiri dari Buku I dan Buku II (Bolak-balik, lihat contoh cover) Buku Kesatu mengangkat tema besar MEMBERANTAS KORUPSI. Di buku 1 ini terdapat 31 tulisan menarik tentang korupsi untuk dijadikan bahan introspeksi. Pada buku Kedua mengangkat tema tulisan MENGGUGAT KEMANUSIAAN. Di buku ini pun terdapat 31 tulisan yang sangat menarik untuk direnungkan.
Sebagai pengenalan bagaimana unik dan menarik serta menggelitiknya dialog-dialog yang disajikan dalam buku ini, berikut kami sampaikan Tulisan Pertama pada buku I dengan judul tulisan :
Sidang DPW Astina: Memberantas Korupsi
Pagi itu tidak seperti biasanya Gedung DPW (Dewan Perwakilan Wayang) Negeri Astina kelihatan ramai, mobil-mobil DPW yang mewah terparkir rapi. Rupanya pagi itu ada Sidang Paripurna yang khusus membahas masalah korupsi yang sudah sangat-sangat kronis di Negeri Astina. Sidang dipimpin Raja Astina, Suyudana, dan diikuti oleh seluruh petinggi dan kerabat kerajaan. Sedang Togog, mBilung, Limbuk dan Cangik seperti biasanya, ya hanya sebagai pembantu umum. Namanya saja wayang babu, ya bantu sana bantu sini untuk kelancaran sidang.
suyudana: “Saudara-saudaraku untuk meningkatkan daya saing dalam era kompetisi ini.. kita harus berpikir GloBaL tanpa meninggalkan keunggulan LoKaL. Masalahnya, keunggulan LoKaL kita ini apa..? Lha semuanya pada korup..!?”
mBilung: “(He..he..he.. termasuk Suyudana.. walau sedikit.. mungkiiin..?)”
Pandita Durna: “Iya..ya.. saya kira susah berantas korupsi disini.. soalnya kita ini lahir di negeri korup.. waktu balita kita disuapin makanan hasil korup.. sejak zaman kakek-nenek kita sampai sekarang masih ada saja yang korup.. mungkin sekarang malah makin mengGiLa.. dan ngGiLani..!?”
Burisrawa: “Ya.. aku bisa mengerti kalau Eyang Durna pesimis begitu. Karena keteladanan di Astina ini dapat dikatakan tidak ada.. dan sekarang.. pimpinan sidang harus berani memutuskan.. apakah kita mau bertekad memberantas korupsi di negeri kita ini dengan tegas atau tidak? Kalau tegas ya harus revolusi.. jika revolusi memang kita akan mengalami kesusahan yang yang sangat hebat dan itu tidak bisa kita hindari..”
Suyudana: “Yaaa.. ya..! Pendapat yang lain..?”
Togog: “(Wuah gawat.. kalau tegas dan revolusi.. semua yang hadir disini bisa kena.. dan habis deh Negeri Astina.. siapa yang mau ngurus..?)”
Adipati Karna: “Pekerjaan berantas korup itu bisa mudah dan bisa susah.. mudah kalau menyangkut yang lain.. susah kalau menyangkut diri kita sendiri..
Limbuk: “(Haaa..ha..ha.. jadi ketawa sendiri aku ini..! lha bukankah semuanya beri contoh korup..? he.. hee.. heee tuh Adipati Karna ngomongnya pakai tersenyum.. kelihatannya nyindir yang hadir nih..?)”
Basudewa: “Ya.. susah-susah gampang gitu lho.. lhaaa.. jika kita ingin berhasil berantas korupsi.. ya kita harus mengetahui kenapa korup itu timbul..? serta ada berapa macam korup yang biasanya berpraktik selama ini..? kalau sudah ngerti.. kan gampang ngGeBuKnya..!”
Cangik: “(Yaaa.. kalau ngGeBuK diri sendiri tentunya ya ogaaah.. paling eunak ya ngGeBuK yang lain.. ironisnya.. bukankah yang ngGeBuK dan yang diGeBuK sama-sama korup..? wuaaah.. bakalan rame nih..!)”
Dursasana: “Setuju.. bukankah korup bisa juga disebut MaLinG..? yang secara harfiah dapat diartikan sebagai keinginan untuk menguasai barang bukan miliknya secara paksa..? baik itu secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi..?”
Adipati Salya: “Beneeer.. itu bener... itu berarti.. korup timbul karena ada yang serakah dan jahat..!”
Togog: “(Kalau kerjasama dengan yang serakah bagaimana..? apakah juga termasuk serakah..? ..kok jadi merinding aku..)”
Resi Bhisma: “Lho bisa juga korup timbul karena adanya kerangka hukum yang buruk atau adanya personal manajemen disuatu perusahaan yang juga buruk..”
Limbuk: “(Yaaah.. hebat juga tuh.. baru sekali kursus manajemen ngomongnya udah kelihatan keren..?)”
Sangkuni: “Waduh..! kok njlimet.. ruwet begini..?”
Cangik: “(..Uuuuh.. Patih kok GuoBloooG.. makanya kursus dong..)”
Basudewa: “Semuanya betul.. tapi masih ada lagi.. kita harus mengetahui sifat-sifat korup itu apa saja? Saya beri contoh salah satu sifat korup.. yaitu korup yang bersifat transaksional.. ya itu.. korup yang timbul karena ada pemberi dan penerima... dimana kedua-duanya ingin mendapatkan keuntungan dan secara aktif turut mengupayakannya..”
Sangkuni: “Kalau begitu.. ada juga korup yang mirip preman.. yang bersifat memeras.. yaitu pihak yang diperas harus memberikan penyuapan guna menghindari hambatan, halangan atas usaha atau karirnya.”
Aswatama: “Wah.. waah.. waaah.. walau saya termasuk paling muda, urun rembug kan boleh tho..? ada juga lho korup yang sifatnya otogenik... yaitu korup yang melibatkan yang bersangkutan itu sendiri, seperti manajer yang mendukung berlakunya peraturan dimana peraturan tersebut akan memberi keuntungan baginya.. he..hee..heee.. yang jadi manajer jangan marah ya..?”
Destrajumena: “Jangan lupa.. catat nih.. ada korup yang bersifat defensif, artinya korup itu timbul ketika ada yang menawarkan uang suap untuk membela kepentingannya.. dalam hal ini pejabat yang ditawari tidak minta.. tidak juga menolak.. kan uenak.. tidak susah payah merekayasa untuk mendapatkannya..”
Durmagati: “Terus.. ada korup yang memakai prinsip ahli ekonomi.. yaitu korup yang bersifat investasi.. yaitu dimana barang atau jasa pelayanan diberikan sebaik-baiknya agar nanti mendapatkan imbalan proyek atau imbalan karier atas pelayanan yang baik tadi.. terus.. ada juga korup yang sangat terkenal yaitu korup yang bersifat nepotisme.. yaitu penunjukan kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan.. atau kerabatnya mendapatkan perlakuan khusus.. sehingga bisa menjadi Anjungan Tunai Mandirinya.. terus.. apalagi ya..?”
Kartamarma: “Lhooo.. lhoo.. lho.. sekarang kalau saya melihat tindak perkorupan.. terus saya diam saja bagaimana..?”
Jayadrata: “kamu berdosa.. itu artinya kamu ya ikut korup.. korupmu itu bisa disebut korup yang bersifat suportif.. artinya.. karena kamu ini tidak mencela.. atau masa bodoh atas adanya tindakan perkorupan.. atau malah memberi peluang.. dengan demikian mungkin atau bahkan perkorupan disekitarmu itu bisa menjadi kuat..”
Ki Dalang: “Huaaa.. haa.. ha..! Astina itu di dunia pewayangan udah di-SettinG sebagai negeri korup.. semua tokohnya korup.. lho ini kok kumpul mengadakan Sidang Paripurna Bahas Berantas Korupsi.. ampuuun.. ampun..!?”
Burisrawa: “Oooh.. ooh.. oh.. dalang edaaan.. dalang edan..! Emangnya wayang tidak boleh SaDar..? Oooh nasiiib.. nasib..! Jadi wayang kok ya di AstinA.. mau SaDar kok tidak dipercayA..”
Ki Dalang: “Yaaa..! Baru diomongin begitu saja kok jadi ngambeg..? bagaimana bisa serius dan bersemangat berantas korupsi yang sudah mengGuRiTa menJaLaR LiaR MaSuK meRaSuK dalam hati dan tulang sumsum seluruh jajaran petinggi Negeri ini..?”
Togog: “(Oooh..? serem.. merinding lagi aku..)”
TOKOH-TOKOH NASIONAL YANG MEMBERI PENGANTAR PADA BUKU INI:
Buku Kesatu : Dr.H.M. Hidayat Nur Wahid, M.A.; Jaya Suprana; Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D;Prof. Arief Budiman, Ph.D.; Abdullah Hehamahua
Buku Kedua : Prof. Dr. Komaruddin Hidayat; Prof. Bismar Siregar